tugas hadits 1
nama : Khoirunnisa shidqiyyah zainab
nim : 1142020074
hadis tentang pemimpin
Hadis ke 1
Kesejahteraan rakyat adalah Tanggung
jawab seorang pemimpin
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ
وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ
رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ
بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ
بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ
سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ
Ibn umar r.a berkata : saya telah
mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan
diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan
diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami
akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara
rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan
seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik
majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian
pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang
dipimpinnya. (buchary, muslim)
Penjelasan
hadits keutamaan pemimpin adil dan hukuman bagi pemimpin yang lalim serta
anjuran untuk lemah lembut kepada rakyat dan larangan memberatkan meraka.
·
Setiap kalian adalah pemimpin: Imam An-Nawawi
menuturkan bahwa para ulama berkata “Ar-Rai’ ” itu adalah orang yang menjaga
yang terpercaya dan disiplin terhadap kebaikan dan apa yang dijaganya. Maka,
dalam hadits tersebut menerangkan, bahwa setiap orang yang memiliki tanggung
jawab terhadap Sesuatu, maka ia dituntut untuk menjalankannya dengan adil dan
menjaga kemaslahatan agamanya, dunianya, dan segala hal yang berkaitan dengan
itu.
·
Dimintai pertanggungjawaban, maka
jika ia melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, baginya pahala yang
sempurna dan balasan kebaikan yang lebih besar. Adapun jika tidak dijalankan
dengan baik, meka setiap orang yang menjadi tanggung jawabnya akan menuntut
haknya.
·
Pemimpin keluarganya: yaitu isteri
dan anggota keluarga lainnya. Ia harus memberikan haknya masing-masing, berupa
nafkah dan pergaulan yang baik.
·
Pemimpin yang mengurusi rumah
suaminya dan anaknya: atau juga anggota keluarga lainnya, seperti dengan
melayani suami dan tamu-tamunya dengan pengurusan yang baik dalam semua urusan
mereka dan menjaga kemaslahatan mereka.
Pada dasarnya, hadis di atas berbicara tentang
etika kepemimpinan dalam islam. Dalam hadis ini dijelaskan bahwa etika paling
pokok dalam kepemimpinan adalah tanggun jawab. Semua orang yang hidup di muka
bumi ini disebut sebagai pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua
memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang
suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang bapak bertangung jawab kepada
anak-anaknya, seorang majikan betanggung jawab kepada pekerjanya, seorang
atasan bertanggung jawab kepada bawahannya, dan seorang presiden, bupati,
gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya, dst.
Akan tetapi, tanggung jawab di sini bukan
semata-mata bermakna melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak
menyisakan dampak (atsar) bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu,
yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah lebih berarti upaya seorang
pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra
‘a sendiri secara bahasa bermakna gembala dan kata ra-‘in berarti
pengembala. Ibarat pengembala, ia harus merawat, memberi makan dan mencarikan
tempat berteduh binatang gembalanya. Singkatnya, seorang penggembala
bertanggung jawab untuk mensejahterakan binatang gembalanya.
Tapi cerita gembala hanyalah sebuah tamsil, dan
manusia tentu berbeda dengan binatang, sehingga menggembala manusia tidak sama
dengan menggembala binatang. Anugerah akal budi yang diberikan allah kepada
manusia merupakan kelebihan tersendiri bagi manusia untuk mengembalakan dirinya
sendiri, tanpa harus mengantungkan hidupnya kepada penggembala lain. Karenanya,
pertama-tama yang disampaikan oleh hadis di atas adalah bahwa setiap manusia
adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dirinya sendiri. Atau
denga kata lain, seseorang mesti bertanggung jawab untuk mencari makan atau
menghidupi dirinya sendiri, tanpa mengantungkan hidupnya kepada orang lain
Dengan demikian, karena hakekat kepemimpinan
adalah tanggung jawab dan wujud tanggung jawab adalah kesejahteraan, maka bila
orang tua hanya sekedar memberi makan anak-anaknya tetapi tidak memenuhi
standar gizi serta kebutuhan pendidikannya tidak dipenuhi, maka hal itu masih
jauh dari makna tanggung jawab yang sebenarnya. Demikian pula bila seorang
majikan memberikan gaji prt (pekerja rumah tangga) di bawah standar ump
(upah minim provinsi), maka majikan tersebut belum bisa dikatakan bertanggung
jawab. Begitu pula bila seorang pemimpin, katakanlah presiden, dalam memimpin
negerinya hanya sebatas menjadi “pemerintah” saja, namun tidak ada upaya serius
untuk mengangkat rakyatnya dari jurang kemiskinan menuju kesejahteraan, maka
presiden tersebut belum bisa dikatakan telah bertanggung jawab. Karena tanggung
jawab seorang presiden harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang berpihak
pada rakyat kecil dan kaum miskin, bukannya berpihak pada konglomerat dan
teman-teman dekat. Oleh sebab itu, bila keadaan sebuah bangsa masih jauh dari
standar kesejahteraan, maka tanggung jawab pemimpinnya masih perlu
dipertanyakan.
MUNASABAH
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى
ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ
وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.
(QS: An-Nisaa Ayat: 59)
(QS: An-Nisaa Ayat: 59)
وَإِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ
فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ
وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
(QS: Al-Baqarah Ayat: 30)
(QS: Al-Baqarah Ayat: 30)
Referensi;
Al-Qur’anul Karim,
Imam Bukhori dalam Shohih Bukhori,
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi dalam Al-Lu’lu
wal marjan,
Imam Ahmad dalam Musnad Imam
Ahmad,
Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam
Al-Sulthoniyyah,
Syaikh Moh. Najih Maimoen dalam Al-Risalah
Al-Islamiyah,
Drs. KH. Muhadi Z. dan Abd. Mustaqim
dalam Study Kepemimpinan Islam. Buletin Forum Umat Islam (FUI)