Maaf Pemirsah saya, ngga tampilin Photonya ribet nih (males), haha cari sendiri photonya tenang ko saya sudah simpan referensi photonya :P
TUGAS SEJARAH PENDIDIKAN UMUM
“PENDIDIKAN DI INDONESIA PADA ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan
Umum
Dosen : H. Yudi Irfan Daniel, S.Sos.I, M.Ag.
Disusun Oleh :
Khoirunnisa Shidqiyyah Zainab (1142020074)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
PENDIDIKAN DI INDONESIA PADA ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
.

Keterangan
:
pendidikan Islam di Indonesia pada
zaman Belanda, adalah bimbingan dan pembinaan yang dilakukan oleh para ulama
dan kyai ataupun ustazd kepada masyarakat, baik secara individu maupun kelompok
di rumah-rumah, mushalla, masjid maupun pesantren. Tujuannya adalah terwujudnya
manusia yang beriman dan bertakwa, mampu mengamalkan ajarannya dan berakhlak
mulia serta memiliki ghirah keislaman yang tinggi. [1]

Keterangan
:
Pada zaman kolonial pemerintah
Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragambagi orang Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yangkhas dari
sekolah-sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah
itu.Namun lambat laun, dalam berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah itu
terbentuklahhubungan-hubungan sehingga terdapat suatu sistem yang menunjukkan
kebulatan.Pendidikan bagi anak-anak Indonesia semula terbatas
pada pendidikan rendah, akantetapi kemudian berkembang secara vertical sehingga
anak-anak Indonesia, melaluipendidikan menengah dapat mencapai pendidikan
tinggi, sekalipun melalui jalan yang sulit dan sempit. [2]

Keterangan
:
Pendidikan di Indonesia sudah ada
sebelum negara Indonesia berdiri.Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juga
cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan
dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam,
pendidikan jaman penjajahan sampai dengan pendidikan pada zaman kemerdekaan.[3]

Anak-anak mengaji Al Quran di Jawa pada masa kolonial Hindia Belanda
Keterangan :
Pada abad ke-17 masehi
atau tahun 1601
kerajaan Hindia Belanda
datang ke Nusantara untuk berdagang, namun
pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini. Belanda datang ke
Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC,
sejak itu hampir seluruh wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh.
Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk
aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah
terpotong.
Dengan
sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan
tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu.Ketika
penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan,
para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah)
yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima
perang.Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad ke-13 menjadi kekuatan
perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya
hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang syair-syairnya berisi seruan
perjuangan[4]
Murid pribumi tahun pelajaran
1919-1920 di sekolah Koning Willem III di Weltevreden (kini Gambir) di Jakarta.
Keterangan :
Pendidikan
formal di Indonesia mulai dikenal pada masa ini, pada awal masa penjajahan
sampai tahun 1903
sekolah formal masih dikhususkan bagi warga Belanda di Hindia
Belanda. Sekolah yang ada pada masa itu diantaranya ELS, HIS, HCS, MULO, AMS.[5]

Kampongschool.Kedoe.Village school.
Central Java 1910 (Koleksi:www.kitlv.nl)
Keterangan :
Regeeringsreglement
(Peraturan Pemerintah) yang dimulai tahun 1818 terdapat peraturan yang
berhubungan dengan perguruan untuk pribumi.Akan tetapi hal ini tidak jadi
dilaksanakan karena pemerintah kolonial mengalami kekurangan uang, dan uang
yang mengalir seluruhnya diperuntukkan bagi kas negeri induk. Pada tahun 1848
ditetapkan bahwa tiap-tiap tahun dari begrooting (anggaran belanja)
akan diambil f.25.000 untuk mendirikan sekolah-sekolah bumiputra. Tetapi
sekolah itu tidak untuk kemajuan rakyat, dan hanya untuk keperluan pemerintah
yaitu untuk “mencetak ambtenaar”.Ambtenaar-ambtenaar ini
nantinya harus bekerja sebagai mandor dan lain-lain di kebun-kebun milik
pemerintah.[6]

Het planten van de Beatrix-boom op
de Prinses Beatrix school (MULO) te Magelang
Keterangan :
Usaha
pendidikan bagi anak-anak di Indonesia untuk pertama kalinya diberikan
pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tahun 1848.Kebijakan pemerintah saat
itu adalah mendirikan sekolah bagi bumiputera yang bertujuan untuk menghasilkan
pegawai administrasi Belanda yang terampil, murah dan terdidik.
Hasil
pendidikan itu kemudian dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan
industri.Sejak dilaksanakan politik etis pada awal abad ke 20, ada upaya dari
beberapa tokoh liberal Belanda, misalnya Van Deventer, untuk mengarahkan
pendidikan bagi anak Indonesia demi pembebasan dari ketidakmatangan berdiri di
atas kaki sendiri. Di lain pihak, kebutuhan akan tenaga-tenaga terdidik dan
ahli telah mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan sekolah-sekolah
secara berjenjang.[7]

Keterangan
:
Sejarah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tidak terlepas dari sejarah
pendidikan dokter di Indonesia yang dimulai sejak zaman penjajahan
Belanda.Adapun momentum pendidikan kedokteran di Indonesia lahir pada tanggal 2 Januari 1849 lewat Keputusan Gubernemen No.
22.Ketetapan itu menjadi titik awal penyelenggaraan pendidikan
kedokteran di Indonesia (Nederlandsch Indie), yang ketika itu dilaksanakan di
Rumah Sakit Militer.
Selang dua tahun kemudian, tepatnya pada bulan Januari 1851, dibuka Sekolah Pendidikan Kedokteran di Weltevreden dengan lama pendidikan dua tahun dan jumlah siswa 12 orang. Titik terang semakin terlihat ketika lulusan sekolah tersebut digelari Dokter Djawa melalui Surat Keputusan Gubernemen tanggal 5 Juni 1853 No. 10.Namun, sayangnya meski diberi titel dokter, lulusan sekolah tersebut “hanya” dipekerjakan sebagai Mantri Cacar.[8]
Selang dua tahun kemudian, tepatnya pada bulan Januari 1851, dibuka Sekolah Pendidikan Kedokteran di Weltevreden dengan lama pendidikan dua tahun dan jumlah siswa 12 orang. Titik terang semakin terlihat ketika lulusan sekolah tersebut digelari Dokter Djawa melalui Surat Keputusan Gubernemen tanggal 5 Juni 1853 No. 10.Namun, sayangnya meski diberi titel dokter, lulusan sekolah tersebut “hanya” dipekerjakan sebagai Mantri Cacar.[8]

Europeesce Lagere School (ELS),
sekolah dasar Eropa di Hindia Belanda.
Keterangan :
ELS (singkatan dari bahasa Belanda:
Europeesche Lagere School) adalah sekolah Dasar pada zaman kolonial Belanda di
Indonesia. ELS menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.Awalnya
hanya terbuka bagi warga Belanda di Hindia Belanda.Sejak tahun 1903 kesempatan
belajar juga diberikan kepada orang-orang pribumi yang mampu dan warga
Tionghoa.Setelah beberapa tahun, pemerintah Belanda beranggapan bahwa hal ini
ternyata berdampak negatif pada tingkat pendidikan di sekolah-sekolah HIS dan
ELS maka kembali dikhususkan bagi warga Belanda saja.[9]



Keterangan :
School
tot Opleiding van Indische Artsen (bahasa Indonesia:
Sekolah Pendidikan Dokter Hindia), atau yang juga dikenal dengan singkatannya
STOVIA, adalah sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman
kolonial Hindia-Belanda. Saat ini sekolah ini telah menjadi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.[10]

Keterangan :
Pemerintah
Kolonial Belanda pada tahun 1849 membangun sebuah sekolah tinggi ilmu
kesehatan.Pada Januari 1851 sekolah tersebut secara resmi dinamakan sebagai
Dokter-Djawa School.Sekolah tinggi ini mengkhususkan diri pada ilmu kedokteran,
tepatnya pendidikan tenaga mantri. Setelah sempat mengalami perubahan nama di
akhir abad 19, tepatnya di tahun 1898, nama Dokter-Djawa School berubah menjadi
School tot Opleiding van Indische Artsen (School of Medicine for Indigenous
Doctors) atau dikenal juga sebagai STOVIA. Selama 75 tahun STOVIA
berfungsi sebagai tempat pendidikan terbaik untuk calon dokter di Indonesia,
sebelum ditutup pada 1927. Namun demikian, sebuah Sekolah Kedokteran kemudian
dibangun bersama dengan empat sekolah tinggi lain di beberapa kota di Jawa.
Sekolah
tinggi tersebut adalah Technische Hoogeschool te Bandoeng (Fakultas
Teknik) yang berdiri di Bandung pada 1920, Recht Hoogeschool (Fakultas
Hukum) di Batavia pada 1924, Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte
(Fakultas Sastra dan Kemanusiaan) di Batavia pada 1940, dan setahun kemudian
dibangunlah Faculteit van Landbouwweteschap (Fakultas Pertanian) di
Bogor. Lima sekolah tinggi tersebut merupakan pilar dalam menciptakan the Nood-universiteit
(Universitas Darurat), yang dibangun pada tahun 1946.[11]

Seorang pemuda yang terluka diberi pertolongan medis oleh
anggota brigade marinir Belanda

Operasi Quantico. Seorang serdadu marinir terlihat mengancam
sekelompok warga Indonesia yang diintrogasi

Operasi Quantico. Seorang pemuda ditarik rambutnya agar keluar dari tempat persembunyian[12]

Keterangan :
Di
jaman kolonial, pendidikan menjadi sarana penting untuk melancarkan dominasi
ekonomi, politik, dan sosial-budaya.Kolonialis Belanda menggunakan politik etis
(edukasi) sebagai jalan merintis ekspansi kapitalnya di
Hindia-Belanda.Pendidikan juga menjadi sarana penaklukan politik, yakni
penyerapan kaum priayi ke dalam lembaga pendidikan kolonial untuk mensuplai
tenaga
ambtenaar bagi administrasi kolonial.Pendidikan juga menjadi senjata penting
untuk menanamkan mental inferior di tempurung otak rakyat jajahan.[13]

SK Trimurti (depan) dan
teman-teman.
Keterangan :
Rekan seperjuangannya biasa
memanggil perempuan kelahiran Boyolali ini dengan “Zus Tri”.“Zus”, sebutan bagi
pejuang perempuan, di samping “Bung” bagi kaum laki-laki.Penjara bukanlah
tempat yang asing, karena zus Tri telah menghuninya semenjak tahun 1936. Tiga
zaman tak pernah dilewatinya tanpa mendekam dalam bui: masa kolonial Belanda,
masa pendudukan Jepang, dan masa revolusi. Beberapa kali bertaruh dengan nyawa,
sampai-sampai ia tak lagi takut mati. Zus Tri terlanjur percaya, soal hidup
mati Tuhan penentunya. SK Trimurti wafat pada tanggal 20 Mei 2008 di Jakarta,
sembilan hari setelah usianya genap 96 tahun, dan dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata.[14]

Keterangan :
Setelah VOC jatuh bangkrut pada
akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas
Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun
1816.Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro
pada tahun 1825-1830.Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai
cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan.Dalam sistem ini, para
penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar
dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll.Hasil tanaman itu kemudian diekspor
ke mancanegara.Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya
- baik yang Belanda maupun yang Indonesia.Sistem tanam paksa ini adalah
monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.[15]

Pieter Both, gubernur jendral VOC
yang pertama.

Cornelis de Houtman, orang yang
memimpin pelayaran Belanda pada saat pertama kali datang di Indonesia.[16]

Keterangan :
Pada
masa Vereenigde Oostindische Compagnie
(VOC), Nusantara
sudah memiliki mata uang sendiri. Di masa Republik
Batavia dan Kerajaan Holland,
Nusantara menggunakan 1 gulden = 20 stuiver yang masing-masing senilai 4 duiten.
Akibat inflasi, nominasi jatuh menjadi 1 gulden = 30 stuiver = 120 duiten. Pada
tahun 1833,
diputuskan bahwa satuan duiten tak lagi digunakan dan sebagai gantinya adalah 1
gulden = 120 sen. Lalu pada tahun 1854, nilai 1 gulden = 100 sen.
Sumatera dan Jawa memiliki mata uang
sendiri: dolar Sumatera (hingga tahun 1824) dan rupiah Jawa
(hingga tahun 1816).
Namun, selama bertahun-tahun terjadi kekurangan uang karena tiadanya uang yang
segera tersedia.Di Hindia Belanda juga banyak uang logam Belanda yang beredar.Jumlah
ini meningkat setelah pada tahun 1854 diketahui bahwa mata uang Belanda juga banyak di
Hindia.Dari tahun itu pulalah dimulai pengendalian terhadap gulden Hindia yang
lebih banyak.
Gulden
yang menggambarkan Ratu Wilhelmina dengan rambut tergerai
ditarik dari peredaran karena tak pantas bagi seorang puteri digambarkan
seperti itu.Semasa penjajahan Jepang, gulden masih
dicetak dalam bahasa Belanda. Tertulis pada uang tersebut De
Japansche regering (berarti: "pemerintah Jepang"). Pada tahun 1944, rupiah Hindia Belanda (dibagi-bagi dalam 100
sen) diperkenalkan, namun setelah perang diganti.
Setelah
kemerdekaan Indonesia, mata uang pertama yang
dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah RI adalah Oeang Repoeblik Indonesia, yang kemudian
digantikan oleh rupiah.Hal
itu menggantikan gulden selama-lamanya. Namun, Belanda menginginkan gulden
sebagai mata uang digunakan kembali dan pada tahun 1946 dicetaklah uang kertas:
5, 10, 25, 50, 100, 500 dan 1000 gulden oleh Javasche
Bank (yang juga disebut rupiah). Pada tahun 1948, uang kertas
terakhir senilai ½, 1 dan 2½ gulden dicetak.
Hal
serupa kelak terjadi pula di Papua Belanda.Setelah masuk
wilayah Indonesia, mata uangnya juga diubah dari gulden menjadi
rupiah.[17]

Johannes
Van den Bosc
Keterangan :
Setelah
kembali menguasai Indonesia, pemerintahan Belanda dipegang oleh 3 orang
komisaris Jenderal yaitu Elout, Vander Capellen dan Buyskes. Keuangan Belanda
merosot karena selain kerugian VOC yang harus dibayar juga karena biaya yang
amat besar untuk menghdapi perang Diponegoro dan perang Paderi. Di Eropa, Belgia memisahkan diri pada tahun 1830 padahal
daerah industri banyak di wilayah Belgia. Untuk mengatasi kesulitan ekonomi
tersebut maka diberangkatkanlah Johannes Van den Bosch sebagai Gubernur
Jendral Hindia Belanda dengan tugas meningkatkan penerimaan negara untuk
mengatasi masalah keuangan.
Bagaimana cara Van den Bosch meningkatkan penerimaan
negara? Van den Bosch memberlakukan sistem tanam yang kemudian menjadi tanam
paksa.
Peraturan tanam paksa yang dikeluarkan Van den Bosch mewajibkan rakyat membayar pajak dalam bentuk hasil pertanian (inatura) khususnya kopi, tebu dan nila. Dengan demikian akan diperoleh barang eksport yang banyak untuk dikirim ke Belanda dan dijual ke Eropa serta Amerika. [18]
Peraturan tanam paksa yang dikeluarkan Van den Bosch mewajibkan rakyat membayar pajak dalam bentuk hasil pertanian (inatura) khususnya kopi, tebu dan nila. Dengan demikian akan diperoleh barang eksport yang banyak untuk dikirim ke Belanda dan dijual ke Eropa serta Amerika. [18]

Keterangan
:
PROF.
Dr. Snouck Hurgronje (1857-1936) selama ini merupakan tokoh yang sangat
kontroversial.Disanjung dipuja sebagai sarjana Islam yang cemerlang, tetapi
juga dicaci maki sebagai seorang ahli muslihat yang hendak menghancurkan Islam
dari dalam dengan pura-pura masuk Islam.Betapapun diakui oleh semua pihak bahwa
pemerintah Belanda baru mempunyai garis kebijaksanaan tentang Islam didaerah
jajahannya yang bernama Hindia Belanda (Indonesia) setelah Snouck Hurgronje
menjadi penasehat pemerintah dalam hal-hal yang berkaitan dengan Islam.
Christiaan
Snouck Hurgronje , lahir pada 8 Februari 1857, di Oosterhout, dari pasangan
pendeta J.J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria de Visser. Christiaan adalah nama
kakeknya sehingga namanya adalah gabungan nama kakeknya dan bapaknya. Ia
mengawali pendidikan dasar (lagere school) di tempat kelahirannya, Oosterhout.
Kemudian ia melanjutkan ke Hogere Burgerschool (HBS) di Breda. Setelah selesai
di HBS, ia melanjutkan ke Universitas Leiden, dan menyelesaikan Sarjana Muda
bidang teologi pada tahun 1878. [19]

Sebuah dokumen foto memperlihatkan
beberapa pelajar Sekolah Cina zaman penjajahan Belanda (Sekolah Katholik) di
Banjarmasin berfoto bersama dengan misionaris dari MSF. Para pelajar putri
tersebut mengenakan pakaian Cheongsam (baju panjang) ala tahun 30-an. Foto:
Hashimoto Studio (produksi 1935-1939.[20]



Keterangan :
Selain
Banten/Jakarta dan Maluku, Belanda bertahap menundukkan wilayah-wilayah
Nusantara. Kebanyakan baru berlangsung pada abad ke-20 ketika kolonialismenya
bercorak Politik Etis. Sisi lain Politik Etis yang bertujuan mendidik kaum
inlanders, oleh orang Belanda disebut sebagai pacificatie, gampangnya
penaklukan wilayah-wilayah luar Jawa. Aceh baru ditaklukkan pada 1904 –bahkan
Belanda baru sepenuhnya berkuasa pada 1912–, dan Bali dikuasai pada 1906.
Dengan begitu Aceh maksimal dijajah Belanda selama 38 tahun dan Bali selama 36
tahun. [22]

Arogansi serdadu Belanda pada
Agressi II
Keterangan
:
Peristiwa ini sangat menguntungkan sekali bagi Belanda yang
hendak mencengkeramkan kuku penjajahannya kembali. Tapi mereka tidak
sadar betapa pahitnya derita sengsara yang dialaminya semasa pendudukan
Jepang. Mereka kembali pongah dan besar kepala melawan rakyat yang tidak
bersenjata, tapi mereka juga lupa akan tekad dan sumpah “merdeka atau mati”
dari seluruh bangsa Indonesia.
Kepala pemerintahan dan komandan militer kota Bukittinggi
segera mengeluarkan pengumuan bahwa Belanda telah mulai menteror rakyat dengan
kebiadabannya. Untuk itu kepada seluruh rakyat Indonesia yang cinta akan
kemerdekaan supaya menyingkir ke luar kota, dan barang siapa yang berani
menghianati perjuangan suci kemerdekaan itu akan digilas oleh revolusi bangsa
sendiri. Kemudian oleh komandan militer Bukittinggi, seluruh
proyek-proyek vital dibumi hanguskan demikian juga bagunan Hotel Merdeka juga
dibumi hanguskan. Bukittinggi jadi lautan api. Rakyat merintih
menahan sakit hati. Rakyat tidak meratapi kematian sanak saudaranya, tapi
mereka meratapi kesengsaraan yang harus dilalui oleh Indonesia merdeka yang
baru berusia tiga athun itu. [23]
Keterangan :
Di awal masa
kolonial, Jawa memegang peranan utama sebagai daerah penghasil beras. Pulau-pulau
penghasil rempah-rempah, misalnya kepulauan
Banda, secara teratur mendatangkan beras dari Jawa untuk mencukupi
kebutuhan hidup mereka.
Penduduk pulau
Jawa kemungkinan sudah mencapai 5 juta orang pada tahun 1815. Pada paruh kedua abad ke-18, mulai terjadi
lonjakan jumlah penduduk di kadipaten-kadipaten sepanjang pantai utara Jawa
bagian tengah, dan dalam abad ke-19 seluruh pulau mengalami pertumbuhan
populasi yang cepat. Berbagai faktor penyebab pertumbuhan penduduk yang besar
antara lain termasuk peranan pemerintahan kolonial Belanda, yaitu dalam
menetapkan berakhirnya perang saudara di Jawa, meningkatkan luas area
persawahan, serta mengenalkan tanaman pangan lainnya seperti singkong dan jagung yang dapat
mendukung ketahanan pangan bagi populasi yang tidak mampu membeli beras.
Pendapat lainnya menyatakan bahwa meningkatnya beban pajak dan semakin
meluasnya perekutan kerja di bawah Sistem
Tanam Paksa menyebabkan para pasangan berusaha memiliki lebih banyak anak
dengan harapan dapat meningkatkan jumlah anggota keluarga yang dapat menolong
membayar pajak dan mencari nafkah. Pada tahun 1820, terjadi wabah kolera di Jawa
dengan korban 100.000 jiwa.
Kehadiran truk
dan kereta api sebagai sarana transportasi bagi masyarakat yang sebelumnya
hanya menggunakan kereta dan kerbau, penggunaan sistem telegraf, dan sistem
distribusi yang lebih teratur di bawah pemerintahan kolonial; semuanya turut
mendukung terhapusnya kelaparan di Jawa, yang pada gilirannya meningkatkan
pertumbuhan penduduk. Tidak terjadi bencana kelaparan yang berarti di Jawa
semenjak tahun 1840-an hingga masa pendudukan Jepang pada tahun
1940-an Selain itu, menurunnya usia awal
pernikahan selama abad ke-19, menyebabkan bertambahnya jumlah tahun di mana
seorang perempuan dapat mengurus anak[24]

Seorang Bocah
Yang Luput Dari Pembantaian, Berada Disamping Marechaussee Yang Berdiri Dibawah
(Sumber: Collectie Tropenmuseum)[25]
Keterangan :
Apa yang dilakukan oleh Marechaussee
Belanda di tanoh Alas, dapat dikategorikan sebagai kejahatan genosida
(genocide). Dalam Konvensi Genosida, Statuta Roma, Statuta ICTR (International
Criminal Tribunal for Rwanda) dan ICTY (International
Criminal Tribunal for the former Yugoslavia) memuat definisi yang sama
atas genosida
dengan menyatakan bahwa genosida berarti setiap dari perbuatan berikut yang
dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan seluruhnya atau sebagian, suatu
kelompok kebangsaan, etnis, ras atau keagamaan, dengan cara:
1.
Membunuh anggota kelompok tersebut;
2. Menimbulkan luka atau mental
yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut;
3.
Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang
diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk
sebagian.
4.
Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok
tersebut; dan
5.
Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu kepada kelompok lain.

Van Daalen Saat Ekspedisinya Ke
Gayo dan Alas 2 (Sumber: Collectie Tropenmuseum)[26]

Kiosa Agen Volkslectuur (Balai
Pustaka) pada zaman Kolonial[27]

Keterangan :
GHS : Geneeskundige Hoge SchoolHAC : Hoofd Akte Cursus
RHS : Recht Hoge School
THS : Technische Hogeschool
HKS : Hogere Kweek School
HIK : Hollands Inlands Kweekschool
AMS : Algemeene Middlebare School
KS : Kweekschool [28]

Keterangan :
Secara garis besar ada dua macam sekolah, yaitu yang
berbahasa Belanda dan berbahasa non-Belanda.
Untuk yang Non Bahasa Belanda, yang pertama adalah
pendidikan dasar yang biasa disebut Volkschool atau sekolah desa. Di
sekolah ini anak-anak sekadar diberi pelajaran membaca, menulis atau berhitung.
Lulusan terbaik sekolah ini dapat melanjutkan ke Vervolgschool, dan
tamatan vervolgschool dapat melanjutkan lagi ke kursus Guru Bantu selama
2 tahun. Praktek engajar dijalankan di Tweede Inlandse School (sekolah
rakyat angka loro) selama 6 bulan. Kalau lulus dapat mengajar di Volkschool.
Ada pula Tweede Inlandse school , lamanya 5 tahun.
Tamatan sekolah ini dapat menjadi guru, melalui ujian dan seleksi untuk
diterima di Normaalschool voor Indlandse Hulponderwijzer (guru bantu
pribumi). Murid Tweede Inlandse School kelas 4 yang pintar dapat
diterima di Schakelschool selama 3 tahun. Schakelschool merupakan
sekolah yang menjembatani sekolah berbahasa non-Belanda dengan yang berbahasa Belanda.
Sekolah rendah yang mendapat pelajaran Bahasa Belanda antara
lain Hollands Inlandse School (HIS), dengan lama studi 7 tahun. Bahasa
pengantar di kelas I, II dan III adalah bahasa daerah, sedangkan bahasa Belanda
diberikan di kelas I satu kali seminggu, di kelas II dan III kemudian lagi
ditambah beberapa jam. Di kelas IV beberapa pelajaran sudah mulai menggunakan
bahasa Belanda, sedangkan di kelas V, VI dan VII smua pelajaran sudah diberikan
dalam bahasa Belanda. Seperti UAN di masa sekarang, anak-anak kelas VII di masa
itu harus mengikuti ujian seleksi akhir dengah hasil :
- Tamat dan mendapat keterangan dari Kepsek langsung masuk kelas I MULO
- Tidak tamat dan tidak boleh mengulang
- Tidak tamat, tapi boleh mengulang 1 tahun
- Tamat, boleh turut ujian masuk voorklas (kelas persiapan) MULO
- Tamat, mendapat keterangan dari Kepsek boleh masuk ke voorklas MULO tanpa ujian dan boleh ikut ujian untuk kelas I MULO
Begitulah ternyata sistem kelulusan jaman dahulu lebih rumit
namun lebih manusiawi. Kemudian ada pula Schakelschool. Tamatan sekolah
ini mendapat hak yang sama dengan tamatan HIS. Setingkat dengan HIS, ada pula
sekolah-sekolah untuk keturunan China yang disebut Hollands Chinese School
(HCS), keturunan Arab Hollands Arabische School (HAS) dan untuk
anak-anak serdadu KNIL asal Ambon – Ambonse School.
Tahun 1927, untuk meningkatkan mutu murid tamatan HIS,
pemerintah Hindia Belanda membuka sekolah baru bernama Hollands Inlands
Kweekschool di Bukittinggi, Bandung, yogyakarta dan Blitar. Lamanya 3 tahun
dengan mata pelajaran yang hampir sama dengan MULO (Gouvernements Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs). Di sekolah ini, bahasa Belanda merupakan
pelajaran maut, nilai 5 merupakan bel kematian. Murid dipersilakan mencari
sekolah lain atau tidak naik kelas. Dan untuk setiap tingkatan, seleksi
diperketat. Untuk bahasa Belanda rata-rata sekurangnya memiliki nilai 6 untuk
sub bagian membaca, pengetahuan dan penguasaan.
Setelah sekolah ini dibuka, pihak swasta juga membuka
sekolah serupa antar lain sekolah NIATWU yang didirikan Yayasan Teosofi Albanus
di daerah Lembang. Nah, murid-murid yang dapat memasuki Kweekschool ini antara
lain :
·
Murid-murid
Kweekschool kelas I yang naik ke kelas II melalui seleksi
·
Murid-murid
voorklas MULO yang naik ke kelas I MULO melalui seleksi
·
Murid-murid
tamatan HIS yang mendapat keterangan langsung dapat diterima di kelas I MULO,
melalui seleksi.
Lulusan HIK merupakan lulusan yang sangat unggul dan
diproyeksikan untuk menjadi guru HIS. Guru-guru lulusan HIK berpengetahuan luas
dan dapat berbahasa Belanda, Inggris, Jerman dan Jawa. Pada masa kedatangan
bangsa Jepang. Semua sekolah berbahasa Belanda ditutup. Di kemudian hari,
seluruh sekolah dasar hanyalah berbentuk SR atau Sekolah Rakyat yang lama
belajarnya 6 tahun. Demikian sedikit uraian singkat mengenai sejarah pendidikan
dasar di masa kolonial.[29]
REFERENSI
:
[24] http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa
[25] http://sejarah.kompasiana.com/2013/11/09/tragedi-kuta-reh-bukti-kekejaman-belanda-di-tanoh-alas-607877.html
[26]
Ibid. hlm.29.
[27] http://hilmarfarid.com/wp/tes-tes-3/
[28] https://sadnesssystem.wordpress.com/tag/pendidikan/
[29] http://shidqiyyah24.blogspot.com/



