dua macam sekolah, yaitu yang berbahasa Belanda dan berbahasa non-Belanda.
Secara garis besar ada dua macam sekolah, yaitu yang
berbahasa Belanda dan berbahasa non-Belanda.
Untuk yang Non Bahasa Belanda, yang pertama adalah
pendidikan dasar yang biasa disebut Volkschool atau sekolah desa. Di
sekolah ini anak-anak sekadar diberi pelajaran membaca, menulis atau berhitung.
Lulusan terbaik sekolah ini dapat melanjutkan ke Vervolgschool, dan
tamatan vervolgschool dapat melanjutkan lagi ke kursus Guru Bantu selama
2 tahun. Praktek engajar dijalankan di Tweede Inlandse School (sekolah
rakyat angka loro) selama 6 bulan. Kalau lulus dapat mengajar di Volkschool.
Ada pula Tweede Inlandse school , lamanya 5 tahun.
Tamatan sekolah ini dapat menjadi guru, melalui ujian dan seleksi untuk
diterima di Normaalschool voor Indlandse Hulponderwijzer (guru bantu
pribumi). Murid Tweede Inlandse School kelas 4 yang pintar dapat
diterima di Schakelschool selama 3 tahun. Schakelschool merupakan
sekolah yang menjembatani sekolah berbahasa non-Belanda dengan yang berbahasa
Belanda.
Sekolah rendah yang mendapat pelajaran Bahasa Belanda antara
lain Hollands Inlandse School (HIS), dengan lama studi 7 tahun. Bahasa
pengantar di kelas I, II dan III adalah bahasa daerah, sedangkan bahasa Belanda
diberikan di kelas I satu kali seminggu, di kelas II dan III kemudian lagi
ditambah beberapa jam. Di kelas IV beberapa pelajaran sudah mulai menggunakan
bahasa Belanda, sedangkan di kelas V, VI dan VII smua pelajaran sudah diberikan
dalam bahasa Belanda. Seperti UAN di masa sekarang, anak-anak kelas VII di masa
itu harus mengikuti ujian seleksi akhir dengah hasil :
- Tamat dan mendapat keterangan dari Kepsek langsung masuk kelas I MULO
- Tidak tamat dan tidak boleh mengulang
- Tidak tamat, tapi boleh mengulang 1 tahun
- Tamat, boleh turut ujian masuk voorklas (kelas persiapan) MULO
- Tamat, mendapat keterangan dari Kepsek boleh masuk ke voorklas MULO tanpa ujian dan boleh ikut ujian untuk kelas I MULO
Begitulah ternyata sistem kelulusan jaman dahulu lebih rumit
namun lebih manusiawi. Kemudian ada pula Schakelschool. Tamatan sekolah
ini mendapat hak yang sama dengan tamatan HIS. Setingkat dengan HIS, ada pula
sekolah-sekolah untuk keturunan China yang disebut Hollands Chinese School
(HCS), keturunan Arab Hollands Arabische School (HAS) dan untuk
anak-anak serdadu KNIL asal Ambon – Ambonse School.
Tahun 1927, untuk meningkatkan mutu murid tamatan HIS,
pemerintah Hindia Belanda membuka sekolah baru bernama Hollands Inlands
Kweekschool di Bukittinggi, Bandung, yogyakarta dan Blitar. Lamanya 3 tahun
dengan mata pelajaran yang hampir sama dengan MULO (Gouvernements Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs). Di sekolah ini, bahasa Belanda merupakan
pelajaran maut, nilai 5 merupakan bel kematian. Murid dipersilakan mencari
sekolah lain atau tidak naik kelas. Dan untuk setiap tingkatan, seleksi
diperketat. Untuk bahasa Belanda rata-rata sekurangnya memiliki nilai 6 untuk
sub bagian membaca, pengetahuan dan penguasaan.
Setelah sekolah ini dibuka, pihak swasta juga membuka
sekolah serupa antar lain sekolah NIATWU yang didirikan Yayasan Teosofi Albanus
di daerah Lembang. Nah, murid-murid yang dapat memasuki Kweekschool ini antara
lain :
1.Murid-murid
Kweekschool kelas I yang naik ke kelas II melalui seleksi
2. Murid-murid
voorklas MULO yang naik ke kelas I MULO melalui seleksi
3. Murid-murid
tamatan HIS yang mendapat keterangan langsung dapat diterima di kelas I MULO,
melalui seleksi.
Lulusan HIK merupakan lulusan yang sangat unggul dan
diproyeksikan untuk menjadi guru HIS. Guru-guru lulusan HIK berpengetahuan luas
dan dapat berbahasa Belanda, Inggris, Jerman dan Jawa.
Pada masa kedatangan bangsa Jepang. Semua sekolah berbahasa
Belanda ditutup. Di kemudian hari, seluruh sekolah dasar hanyalah berbentuk SR
atau Sekolah Rakyat yang lama belajarnya 6 tahun. Demikian sedikit uraian
singkat mengenai sejarah pendidikan dasar di masa kolonial.
Sumber :
P. Swantoro, Dari Buku ke Buku, Gramedia : 2002
https://sadnesssystem.wordpress.com/tag/pendidikan/

Tidak ada komentar:
Posting Komentar